Friday, May 16, 2008

YUSRIL FOR PRESIDENT 2009 (part 2)

PBB selayaknya dapat mengambil pelajaran dari karir politik SBY yang secara mengejutkan keluar sebagai pemenang pilpres 2004 meskipun parpol yang menjadi kendaraan politiknya bukanlah parpol pemenang pemilu legislatif, dan bahkan merupakan parpol pendatang baru. Strategi yang dibuat untuk saling menguntungkan antara parpol dan calon presiden-nya terbukti ampuh untuk mendulang suara pemilih bagi keduanya. Dengan demikian Partai Demokrat sebagai pendatang baru dapat menunjukkan raihan suara yang cukup signifikan dalam pemilu legislatif, dan lalu SBY sebagai Calon Presiden menang mutlak dalam dua putaran pemungutan suara.

Strategi semacam itu apabila dilakukan pula oleh PBB bukan tidak mungkin dapat memberikan kejutan dalam pemilu legislatif maupun pilpres 2009. Mengemas seorang tokoh YIM sebagai tokoh politik yang akan dicalonkan oleh PBB sebagai Presiden RI 2009, meskipun tidak mudah namun akan menjadi jualan/kampanye politik yang diharapkan mampu menyedot perhatian publik terlebih silent majority (pemilih yang belum menentukan pilihan) yang jumlahnya menurut data Lingkar Survey Indonesia (LSI) mencapai + 30%. Disamping itu, tentu saja penyampaian visi dan misi perjuangan partai yang dikemas lebih menarik sehingga dapat dipahami oleh masyarakat kebanyakan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kampanye politik dimaksud.

Pencitraan terhadap YIM sebagai calon presiden yang akan diusung oleh PBB hendaknya pula dilakukan secara cermat. Sebagai tokoh Islam, YIM dapat pula dicitrakan sebagai tokoh yang begitu memberikan perhatian terhadap kaum dlu'afa (buruh, tani, nelayan, pengangguran, warga miskin, dsb), sebab Islam pada mulanya diperkenalkan oleh Nabi Muhammad Rasulullah Saw sebagai agama yang secara ajaran dan prinsip hukumnya sanggup melindungi kaum yang lemah. Jika tujuan dari PBB adalah menegakkan Syariat Islam di bumi pertiwi ini, maka perjuangan membela kaum yang lemah harus menjadi salah satu prioritasnya.

Jika langkah-langkah tersebut dapat dikemas dan disosialisasikan dengan baik, kiranya harapan untuk mendapatkan Presiden RI yang nyantri, cerdas, dan berkualitas semakin mendekati kenyataan. Bagaimanapun Allah Swt jua lah yang menentukan takdir masa depan bangsa ini, namun bukankah berusaha dan bekerja untuk memberikan segenap kemampuan terbaik yang dimiliki adalah kewajiban setiap manusia. Semoga saja Allah Swt mengabulkan do'a kita. Amien.
Yusril for RI 1.. Allahu Akbar !!!
Wallahu a'lam bisshowab.

Penulis Rudi Chaerudin, A.Md
Ketua PAC PBB Kec. Kiaracondong Kota Bandung
Ketua Umum DPD Gerakan Sunda Tandang Kota Bandung

YUSRIL FOR PRESIDENT 2009 (part 1)

Genderang pertarungan politik menuju kursi RI 1 pada tahun 2009 nanti di republik ini gaungnya telah berasa sejak jauh-jauh hari. Beberapa Bakal Calon yang berminat untuk turut serta dalam kompetisi beramai-ramai menggelar berbagai strategi yang diharapkan mampu meningkatkan citra ketokohannya dihadapan publik. Dari sekedar mengunjungi komunitas-komunitas masyarakat, menggelar survey, melakukan pendekatan terhadap parpol peserta pemilu, hingga menyampaikan pesan-pesan moral (berbau kampanye) yang disosialisasikan melalui media cetak maupun elektronik.

Apapun yang dilakukan oleh mereka dalam rangka lebih memperkenalkan diri sebagai tokoh yang layak dicalonkan dalam Pilpres 2009 sah-sah saja sepanjang tidak melanggar norma, etika, dan hukum positif yang berlaku. Sebagai bagian dari demokrasi setiap warga negara (yang telah memenuhi syarat) memang mempunyai hak-hak politik yang sama, entah mencalonkan maupun dicalonkan dalam setiap hajatan pesta demokrasi, termasuk didalamnya Pilpres 2009.

Namun demikian, hak politik yang melekat pada setiap warga negara tentunya harus dibatasi oleh Peraturan dan Perundang-undangan yang akan menjadi acuan regulasi setiap pelaksanaan pemilu / pilpres / pilkada, sehingga dengan keberadaan Peraturan dan Perundangan tersebut diharapkan mampu mengeliminir kekacauan-kekacauan yang mungkin terjadi sebagai ekses negatif dari setiap pertarungan politik. Pembatasan tersebut tentu saja sekali lagi dimaksudkan agar misalnya setiap orang tidak merasa berhak untuk dengan serta merta mencalonkan diri dalam setiap pelaksanaan pemilihan kepala pemerintahan, karena dapat dibayangkan bagaimana carut-marutnya setiap pemilihan yang digelar jika semua orang beranggapan berhak mencalonkan diri tanpa memperhatikan kualitas diri dan kuantitas dukungan yang diperolehnya.

Terlepas dari uraian diatas, yang menarik untuk dicermati adalah geliat para tokoh yang gencar melakukan pendekatan terhadap parpol peserta pemilu yang belum mendapatkan calon yang ideal untuk dicalonkan sebagai calon RI 1. Meskipun secara politis pendekatan semacam itu sangat diperlukan, namun hendaknya tak dilupakan bahwa pemenang Pilpres 2004 adalah pasangan calon yang hanya diusung oleh 3 parpol yang dua parpol diantaranya bahkan tidak lulus dalam batasan Electoral Treshold 3%.

Hal ini menggambarkan bahwa tidak dapat ditemukan korelasi secara tegas antara raihan suara Parpol dengan raihan suara calon kepala pemerintahan yang diusung oleh parpol tersebut, sebagai contoh lain yang tak kalah menarik adalah Hasil Pilgub Jawa Barat dan Pilgub Sulawesi Selatan. Di Pilgub Jabar, pasangan Aman dan Da'i harus bertekuk lutut dihadapan Pasangan Hade yang apabila ditinjau dari segi persentase raihan suara gabungan parpol pengusungnya lebih kecil dibandingkan dengan gabungan parpol pengusung Pasangan Aman dan Da'i, begitupun yang terjadi di Sulawesi Selatan.

Uraian diatas tak bermaksud untuk mengeliminasi kebutuhan akan dukungan parpol dalam pertarungan pemilihan kepala pemerintahan, bagaimanapun dukungan dari parpol pengusung dibutuhkan untuk dapat lulus dari syarat yang harus diperoleh oleh bakal calon yang hendak mencalonkan diri. Tentu saja para bakal calon yang sebelumnya telah mempunyai kendaraan politik (parpol) setengah langkah lebih maju, katakanlah seperti Megawati Soekarno Putri dengan PDIP, SBY dengan PD, Sutrisno Bachir dengan PAN, Gus Dur dengan PKB, Wiranto dengan HANURA, dan juga Yusril Ihza Mahendra dengan PBB.

Satu tokoh yang disebutkan terakhir, Yusril Ihza Mahendra (disingkat; YIM), adalah merupakan salahsatu tokoh politik yang telah malang melintang dalam pergulatan politik di negeri ini, ketangguhannya dalam menghadapi berbagai rejim semakin mengukuhkan bahwasannya ia memang cukup berpengaruh di ranah politik. Meskipun usianya masih relatif muda dibanding para pesaingnya yang telah disebutkan terdahulu, namun kapasitas, kompetensi, dan kapabilitas yang dimilikinya tak kalah mumpuni. Sebagai seorang pakar hukum tata negara yang cukup disegani, seorang YIM telah mempunyai modal kualitatif yang cukup untuk mencalonkan diri sebagai Presiden RI.

Satu-satunya yang menjadi kelemahan YIM adalah kendaraan politiknya (Partai Bulan Bintang) yang masih terseok-seok menggapai raihan suara yang cukup demi mendapatkan porsi sebagai salahsatu parpol yang layak mengusung calon presiden. Sehingga apabila pada pemilu legislatif nanti raihan PBB sekiranya tidak dapat memberikan modal persentase suara yang cukup untuk mengusung YIM sebagai calon Presiden 2009, maka cara yang paling mungkin meskipun agak sulit adalah berkoalisi dengan parpol lain yang belum menjatuhkan dukungan.

PBB selayaknya dapat mengambil pelajaran dari karir politik SBY yang secara mengejutkan keluar sebagai pemenang pilpres 2004 meskipun parpol yang menjadi kendaraan politiknya bukanlah parpol pemenang pemilu legislatif, dan bahkan merupakan parpol pendatang baru. Strategi yang dibuat untuk saling menguntungkan antara parpol dan calon presiden-nya terbukti ampuh untuk mendulang suara pemilih bagi keduanya. Dengan demikian Partai Demokrat sebagai pendatang baru dapat menunjukkan raihan suara yang cukup signifikan dalam pemilu legislatif, dan lalu SBY sebagai Calon Presiden menang mutlak dalam dua putaran pemungutan suara.
(continued part 2)

Thursday, May 15, 2008

BBM - SUBSIDI = SENGSARA

Kebijakan pemerintah pusat dibawah duet kepemimpinan SBY-JK yang berencana hendak menaikkan kembali harga BBM bersubsidi dalam waktu dekat ini (akhir Mei atau awal Juni) merupakan sebuah kebijakan yang sama sekali sangat tidak populer. Bagaimana tidak, ditengah himpitan krisis ekonomi yang masih melanda penduduk negeri ini, keputusan untuk segera menaikkan kembali harga jual BBM bersubsidi bagaikan halilintar di siang bolong.

Bagi sebagian besar rakyat Indonesia, jangankan berpikir untuk menutupi kebutuhan pokok yang akan semakin mahal biayanya sebagai dampak dari kenaikan BBM, bahkan untuk mencukupi kebutuhan hidup Pra-Pengurangan Subsidi BBM saat ini saja sungguh telah menjadi beban yang sangat luar biasa. Tak satupun diantara mereka yang mampu membayangkan kondisinya nanti, terkecuali pemerintah dan para pakar minyak bumi yang sepakat terhadap pengurangan subsidi itu yang mampu tersenyum dengan bayangan bahwa keuangan negara (APBN) dapat diselamatkan oleh karena pengurangan subsidi tersebut, sementara ribuan dan bahkan jutaan rakyat negeri ini akan semakin terkapar merenungi nasib yang kian tak menentu.

Alasan Demi Penghematan APBN yang seringkali disosialisasikan pemerintah terkait pengurang subsidi BBM ini, meskipun kelihatannya logis, namun tetap saja dipandang sebagai sebuah alasan yang seakan-akan dibuat demi menutupi krisis manajemen (kegagalan dalam pengelolaan) negara oleh pemerintah Republik Indonesia dibawah komando SBY-JK.

Penghematan yang akhir-akhir ini sering didengungkan sesungguhnya bagi mereka para Eksekutif, Legislatif, Yudikatif, dan para Pejabat serta Apatur Negara lainnya memang merupakan sebuah barang baru dan langka yang mereka anggap sebagai dewa penyelamat bagi kelangsungan pengelolaan keuangan negara. Satu hal yang mereka lupakan, bahwa sejak jauh-jauh hari sebagian besar rakyat Indonesia telah melakukan penghematan tanpa diminta mengingat tak ada lagi materi yang bisa mereka sia-siakan. Jauh berbeda dengan para Pejabat Negara disetiap Level yang gemar menikmati fasilitas negara semacam tamasya ke luar negeri (studi banding), mobil mewah plat merah, rumah mewah, tunjangan-tunjangan, dan lain-lain, yang kesemuanya itu dibayar oleh rakyat melalui Pajak.